Buku “Birahi Maya (Mengintip
Perempuan dalam Cyberporn)” ini
memperlihatkan pada kita bahwa berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi dalam
hal ini adalah internet selain membawa manfaat yang besar, juga membawa efek
negatif untuk manusia salah satunya adalah pornografi. Buku ini mempunyai topik
yang menarik yaitu pornografi dalam dunia maya yang selama ini digambarkan
dengan sosok perempuan telanjang, tanpa busana yang seksi, dan dapat membangkitkan gairah si
pengguna internet. Dalam buku ini juga dilengkapi dengan hasil wawancara si
penulis dengan para informan, yang dalam hal ini adalah pengguna (konsumen
pornografi dunia maya), pelaku pornografi, produser, dan para aktivis feminis. Dilengkapi
pula dengan pandangan pandangan penulis menggunakan analisis tokoh-tokoh besar
ilmu sosial seperti Foucault, Derrida, Baudrillard, sampai Franfrut School. Memang
buku ini lebih mengarah ke topik gender dan feminitas, terlihat dengan analisis
si penulis yang menggunakan teori-teori feminis dalam menelaah masalah
pornografi maya . Namun,buku ini saya
rasa masih relevan dengan mata kuliah kritik sosial teknologi dimana teknologi yang ada sekarang juga menyuguhkan sesuatu
yang negatif dan tabu (pornografi), sesuatu yang melanggar norma timur kita,
khususnya norma agama, namun itu menjadi tema yang “disukai” dalam masyarakat.
Isi Buku
Internet,
sebuah hasil dari teknologi yang diciptakan guna mempermudah kebutuhan manusia.
Di dalam internet manusia bisa menemukan segala macam pengetahuan yang
diinginkannya, termasuk seks. Tidak
munafik, seks adalah salah satu kebutuhan menusia dewasa. Seks kemudian hadir
di dalam internet, yang membawa manusia ke dalam konsumsi baru. Selain itu seks
lewat internet seperti menjerat hastat para penggunanya agar mau melihatnya dan
terus menerus menggunakannya. Bahkan remaja sampai anak kecil yang sudah paham
penggunaan internet, bisa dengan mudah melihat situs-situs yang semestinya
hanya boleh dilihat oleh orang dewasa ini. Seks via internet dalam buku ini
dikatakan membawa manusia dalam aktivitas mengintip (to voyeur) dan lama kelamaan menjadikan manusia sebagai pelaku voyeurisme,
atau kegiatan mengamati kegiatan seks orang lain (Ronald J. Corner). Sementara
Pornografi sendiri berasal dari kata Yunani Kuno yang berarti, menulis tentang pelacur (Dworkin).
Ada dua jenis pornografi, yaitu soft core,
atau yang bersifat merangsang imajinasi, dan hard core, atau sajian erotik yang lebih nyata.
Seiring berkembangnya teknologi,
internet juga makin gencar memperlihatkan adegan-adegan seks, dan konten-konten
pornografi yang dibuktikan dengan menjamurnya situs-situs porno dalam internet,
baik lingkup lokal maupun internasional.
Yang juga disoroti dalam buku ini adalah, perempuan dalam situs seks
pornografi dalam internet. Perempuan
menjadi obyek utama dalam cyberporn, perempuan yang telanjang, dan melakukan
adegan seronok dan erotis, adegan berhubungan intim dengan orang bahkan sampai
dengan binatang, menjadi konsumsi para
konsumen, yang didominasi kaum lelaki. Lalu mengapa perempuan yang dijadikan
obyek utama?Perempuan dianggap makhluk yang indah, penurut, pasrah dan punya
kelembutan hati. Perempuan dikonstruksikan sebagai makhluk pasangan laki-laki
yang bertugas memuaskan hasrat seks pasangannya. Perempuan yang ada dalam
cyberporn itu kemudian menjadi teman fantasi seks dalam pikiran si pengguna
situs tersebut. Perempuan dalam cyberporn adalah perempuan hasil komodifikasi
yang sengaja disuguhkan untuk pemuas konsumen dunia maya, tontonan porno
tersebut kemudian menjadi komodifikasi, dan akhirnya perempuan lah yang menjadi
komoditas. Voyeurisme yang tercipta
kemudian membawa rangsangan gairah dan
imajinasi baru untuk kaum lelaki tentang seks itu sendiri, misalnya jika
melakukan hubungan seks ingin dengan perempuan seperti itu, atau ingin
melakukan seks dengan gaya seperti dalam situs itu.
Hal lainnya adalah dalam buku ini
juga menyajikan bahwa pornografi dalam internet (cyberporn) ada karena
kapitalisme. Seksualitas yang menjadi barang “tabu” dalam masyarakat kemudian
dijadikan komoditas dagangan untuk dilihat dalam media internet oleh para
produsen atau produser pembuat pornografi dalam internet. Tiap ada konsumen
pengguna cyberporn yang mengeklik tampilan-tampilan dalam situs mereka,
keuntungan yang tidak sedikit pun akan didapat. Produser hanya membayar para
perempuan model pornografi mereka dengan bayaran tidak seberapa, namun tampilan
mereka dalam situs porno, dilihat konsumen ratusan bahkan ribuan kali,
implikasinya produser-produser tersebut menjadi raja pasar yang mendapatkan
gelimang materi.
Cyberporn sekarang ini telah menjadi
konsumsi masyarakat, situs, web porno menjadi pola hidup baru yang menawarkan
kepuasan kepada para konsumennya. Bahkan pornografi dalam internet ini, dinilai
lebih aman dan mudah daripada harus mempelajarinya melalui buku, atau bertanya
keada orang yang lebih tua dan berpengalaman karena adanya tirai tabu dan rasa
malu atau keengganan dalam masyarakat kita bila membicarakan masalah seputar
seks. Budaya mengintip atau melihat adegan seks (voyeurisme) menjadi sesuatau
yang bebas, tak terbatas usia, waktu, dan tempat dan disadari atau tidak membawa
dampak baik itu positif sampai negatif untuk kita semua. Cyberporn sendiri
seakan telah membudaya sekarang ini,
banyak orang yang dengan mudah mengaksesnya. Cyberporn mempengaruhi
penggunanya, selalu menunggu sesuatu yang baru darinya, dan kehadirannya telah
menjadi bagian dari kita.
Interpretasi Isi
Buku
Buku
ini saya nilai bagus, isinya sangat menarik, sebuah buku yang ditulis
menyajikan sebuah realitas yang tersembunyi dibalik tirai pornografi. Isu yang
diangkat yaitu internet yang menyajikan pornografi, merupakan sebuah contoh
dari hiperealitas yang sengaja dibuat oleh para produser cyberporn demi menarik
keuntungan berlipat. Penciptaan tersebut kemudian berefek pula pada kekuasaan
si produser serta tokoh-tokoh di balik layar bisnis pornografi. Tak hanya
dampak ekonomi, pornografi ini juga berkait dengan kepentingan politik, dan budaya dalam masyarakat kita. Bagaimana perempuan para model porno diatur
sedemikian rupa agar bisa berpose dan berakting semenarik mungkin agar gambar
atau film yang dibuat untuk situs mereka bagus dan nantinya akan disukai para
konsumen. Dari segi seksualitas sendiri, perempuan ditampilkan dalam cyberporn
tak lebih dari bagian pencitraan dibuat sedemikian rupa agar bagian sensitifnya
(vagina dan payudara) terekspose agar laki-laki, sebagai konsumen terbesarnya libidonya
terangsang, dan terstimulasi lewat tayangan-tayangan pornografi. [1]Karena
memang keindahan perempuan selain dari kecantikan wajahnya, adalah bentuk badan
dan bagian rahasianya, yang berbeda dengan laki-laki, dan seakan sudah dilabeli
bahwa itu merupakan sumber sensualitas diri perempuan. Keindahan perempuan,
ketidakberdayaannya juga dipakai untuk
memancing hasrat konsumen agar mau dan terus menunggu tampilan-tampilan porno
selanjutnya. Kapitalisme dari pornografi ini juga bukti bahwa teknologi yang
selalu berkembang ini, tidak bisa dipungkiri merupakan bagian dari roda ekonomi
yang akan selalu berputar. Menampilkan perempuan juga bisa pula dipengaruhi
oleh anggapan bia ia (produser) tidak menampilkannya makan dagangannya
(pornografi) tidak akan laku di pasaran cyberporn. Sebaliknya bila ia berani
menampilkannya dengan vulgar dan nuansa yang lain dari yang lain maka
dagangannya akan laris manis. Kita tidak bisa menyalahkan pornografi dalam
dunia maya, karena itu merupakan sebuah kebutuhan manusia dewasa tentang seks.
Kita tidak akan bisa menghapuskannya bahkan memberantasnya. Dan harus kita akui, situs-situs porno memang
memberikan sebuah hal baru tentang seks. Memang menjadi sesuatu yang tabu
karena kita tinggal dan hidup dalam konstruksi masyarakat yang menjunjung norma
ketimuran yang mengedepankan batasan-batasan kesopanan, dan kesusilaan. Salah
apabila pornografi dalam internet itu tidak pada tempatnya dan dikonsumsi
oleh orang yang belum sepantasnya melihatnya, dan mempraktekkannya dalam
masyarakat, terlebih lagi bila sampai mengarah pada hal yang kriminal. Kapitalisme
yang terjadi dalam cyberporn juga menjadi sesuatu yang negatif bila itu terjadi
secara eksploitatif dan merugikan pihak lain khususnya perempuan para model
cyberporn.
Daftar Pustaka
Meliana,
Anastasia. 2006. Menjelajah Tubuh
(Perempuan dan Mitos Kecantikan). Yogkarta: LkiS.
[1] Meliana, Anastasia.
2006. Menjelajah Tubuh (Perempuan dan
Mitos Kecantikan). Yogkarta: LkiS. Hal: 137 bentuk tubuh dan seksualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar